Dibalik berbagai cara yang dipilih baik itu seseorang maupun kelompok untuk menggambarkan “26 Januari”, inti masalahnya adalah konsep Kedaulatan, yang berarti yurisdiksi yang melekat pada Penduduk Asli Australia atas tanah, pendidikan, hukum, kebijakan, kesehatan mereka, dll. yang ada sebelum kedatangan bangsa Eropa dan tidak pernah diserahkan.
Ada konsensus luas tentang konsep Kedaulatan yang menjadi inti perdebatan hak Penduduk Asli dan Penduduk Kepulauan Selat Torres. Namun, diantara kelompok Pribumi, ada perbedaan pandangan tentang bagaimana Kedaulatan ini diakui.
Inilah titik awal debat publik Australia tentang Pengakuan, Kesepakatan, Suara dan Kebenaran. Pandangan yang beragam ini telah membentuk model pengakuan Pribumi yang berbeda yang sedang dibicarakan oleh Australia.

Australians Celebrate Australia Day As Debate Continues Over Changing The Date Source: Getty Images
'Pengakuan'
Salah satu cara Pengakuan yang diusulkan adalah mengubah Konstitusi Australia untuk mengakui masyarakat adat/pribumi. Cara kerja perubahan konstitusi tahun 2020 didukung oleh daftar panjang panel ahli, pertanyaan dari Senat, komisi konstitusional dan dewan referendum, serta laporan dan rekomendasi yang dibuat sejak tahun 1980-an.
Salah satu model paling dikenal pada garis depan diskusi ini adalah ‘', yang digambarkan sebagai puncak dari 13 dialog yang berlangsung selama tiga hari yang diadakan di seluruh negeri dengan perwakilan masyarakat Aborigin dan Kepulauan Selat Torres.
Dean Parkin, Direktur 'From the Heart', kampanye kesadaran publik untuk Pernyataan Uluru, mengatakan mereka bekerja guna membangun dukungan publik untuk suara di parlemen.
“Mandat kami adalah 100 persen Pernyataan Uluru. Jadi 'suara perjanjian kebenaran', adalah bagian dari agenda kami dan seperti yang saya katakan di dalamnya, gagasan suara ke parlemen yang mewakili masyarakat Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres dan berbicara kepada parlemen, berbicara ke dalam demokrasi Australia dan memiliki perlindungan konstitusi Australia, sehingga tidak dapat dibubarkan begitu saja seperti entitas lain di masa lalu."
'Suara'
Tujuan pengakuan atas Penduduk Asli Australia dalam Konstitusi adalah untuk memberi mereka 'Suara' yang memungkinkan mereka mempengaruhi dan membuat keputusan tentang hal-hal yang menyangkut komunitasnya.
Tetapi beberapa orang berpikir bahwa 'Suara' dapat dicapai dengan membentuk badan perwakilan yang akan menjadi 'Suara untuk pemerintah' alih-alih 'Suara untuk Parlemen', seperti yang disarankan oleh Menteri Penduduk Asli Australia, Ken Wyatt.
“Kenyataannya Anda dapat memiliki suara untuk parlemen, tetapi suara untuk pemerintah adalah untuk partai mana pun yang menjadi pemerintahan saat itu, merekalah yang memiliki dompet, merekalah yang menentukan kebijakan, merekalah yang memperkenalkan undang-undang.
“Jadi pihak itulah yang harus Anda pengaruhi, yaitu pemerintah. Suara untuk parlemen datang melalui suara untuk pemerintah," kata Mr Wyatt.
Tetapi bagi perempuan berdarah Bundjalung dan Kungarakan, Dani Larkin, usulan Mr Wyatt untuk mengesahkan sebuah badan alih-alih mengabadikannya dalam konstitusi akan menjadi hasil yang “disayangkan” dan “mengecewakan”.

Minister for Indigenous Australians Ken Wyatt speaks to the media during a press conference at Parliament House in Canberra, Tuesday, August 17, 2021. Source: AAP Image/Lukas Coch
“Ada banyak dukungan agar suara ke parlemen dimajukan menjadi referendum konstitusional sehingga terlindungi dan tidak hilang, dihapuskan dengan satu jentikan pena. Saya pikir hal itu akan menjadi hasil yang disayangkan dan cukup mengecewakan bagi orang-orang yang telah bekerja secara ekstensif dalam hal ini, terlebih bagi para penatua,” ujarnya.
'Traktat'
Konsep lain yang banyak diperdebatkan adalah 'Traktat', yang berarti perjanjian formal antara pemerintah dan masyarakat adat/pribumi, yang mengakui keberadaan bangsa Aborigin dan Kepulauan Selat Torres sebelum pendudukan Inggris serta perampasan dan pengambilalihan tanah yang selanjutnya terjadi atas orang-orang Bangsa Pertama. Bagi banyak orang, sebuah Traktat nasional atau Traktat negara bagian atau yang berbasis regional (alih-alih Suara untuk Parlemen) seharusnya menjadi tujuan pertama karena hal itu berarti pengakuan Kedaulatan dan awal rekonsiliasi dan pengungkapan kebenaran, seperti yang dilakukan oleh Selandia Baru, Amerika Serikat dan Kanada terhadap dengan orang-orang Bangsa Pertama atau penduduk asli.
Itulah sebabnya sekelompok Penduduk Asli Australia melakukan 'walk-out' saat KTT Uluru pada tahun 2017, seperti salah satunya delegasi Victoria dan wanita keturunan Gunnai dan Gunditjmara, Lidia Thorpe, yang sekarang menjadi senator untuk Victoria mewakili Australian Greens.
Ia percaya masih diperlukan proses konsultasi inklusif untuk setiap suku atau bangsa.

Senator Lidia Thorpe during a smoking ceremony at the Aboriginal Tent Embassy at Parliament House in Canberra. Source: Getty Images
"Adalah hak mereka untuk menentukan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka butuhkan. Saya pikir kita perlu memastikan bahwa kita memiliki percakapan yang penuh hormat dengan masyarakat, dan mengijinkan masyarakat, semua saja untuk dapat .mengikutinya dan bukan proses khusus undangan yang tidak melibatkan masyarakat luas,” ujar Ms Thorpe.
Dalam hal kedaulatan, aktivisme masyarakat bawah telah lama menjadi kekuatan pendorong dibalik perbaikan kehidupan masyarakat Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres.
Beberapa kelompok pemuda Aborigin dan Kepulauan Selat Torres lebih memilih konsep Traktat dan menolak gagasan referendum atau pengakuan Konstitusional karena itu berarti terlibat dengan struktur kolonial yang mereka tidak mau akui. Dalam pandangan mereka, yurisdiksi Kolonial berbenturan dengan Kedaulatan masyarakat asli dan hak melekat mereka untuk menentukan nasib sendiri.
Kelompok-kelompok pemuda ini membentuk tata ruang politik melalui internet dan media sosial, serta mengoordinasi, memobilisasi dan memimpin unjuk rasa di jalan-jalan untuk menuntut perubahan.
Di garis depan melawan pengakuan konstitusional adalah Warriors of the Aboriginal Resistance, yang juga dikenal sebagai WAR.
Pria berdarah Gamilaraay, Kooma dan Muruwari, Boe Spearim, dari kelompok tersebut mengatakan WAR selalu menentang “pendekatan dari atas ke bawah” ini.
“Saya kira ini seperti dialog dengan komunitas dan tidak melakukannya dengan cara yang benar menurut saya, dan juga orang Aborigin, itu bukanlah sesuatu yang kami cari atau ingin diskusikan juga. Traktat selalu ada dan selalu menjadi bagian dari diskusi.”
Sikap resmi WAR adalah untuk tidak terlibat dengan struktur kolonial, tetapi Mr Boe memahami bahwa esensi dari penentuan nasib sendiri memungkinkan masyarakat Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres untuk membuat keputusan mereka sendiri terkait hal itu.

Indigenous activists and supporters protesting in Melbourne on 26 January 2019. Source: Getty Images
Ada juga perdebatan tentang seperti apa yang disebut kesuksesan dalam hal pengakuan.
Aktivis, pengacara dan ketua Dewan Tanah Aborigin Tasmania, pria berdarah Palawa, Michael Mansell percaya bahwa masyarakat Aborigin perlu menentukan pilihan antara pengakuan simbolis dan yang bermakna.
"Pengakuan simbolis adalah seperti yang terjadi pada tahun 2007 dengan permintaan maaf Kevin Rudd kepada 'generasi yang dicuri'," ujarnya.
Mr Mansell merinci bagaimana jika dia memilih mendapatkan pengakuan Aborigin yang substansial.
"Bukanlah bukan proses yang rumit jika sebuah traktat diajukan ke parlemen federal. Minta parlemen federal untuk membuat undang-undang pembentukan badan perwailan Aborigin nasional yang kredibel, badan itu kemudian akan menetapkan prioritas untuk distribusi sumber daya sehingga komunitas Aborigin menjadi lebih baik.”
"Kedua, saya akan meminta parlemen federal membuat undang-undang untuk komisi perjanjian, dan komisi perjanjian itu harus menuliskan rancangan traktat; Saya pikir dua hal itu akan membuat perbedaan nyata bagi kehidupan masyarakat Aborigin," ia menjelaskan lebih lanjut.
Pemerintah federal telah membentuk tiga badan penasihat untuk secara bersama-sama merancang 'Suara' bagi masyarakat Aborigin, dan bekerja di tingkat senior, nasional, regional, dan lokal.
Pria keturunan Kungarakan dan Iwaidja, Profesor Tom Calma adalah ketua bersama Kelompok Penasihat Senior Desain Bersama Suara dari pemerintah federal.

The red rock face of Uluru at sun set, the sacred home for thousands of years of the Yankunytjatjara and Pitjantjatjara people in the central Australian desert. Source: Getty Images AsiaPac
Ia menjelaskan bahwa peran mereka adalah untuk menyajikan sejumlah model yang berbeda kepada pemerintah federal, yang kemudian akan menentukan bentuk 'suara' seperti apa yang akan dipilih.
"Kami memiliki formasi dari badan-badan traktat, tetapi tugas kami bukanlah membahas tentang traktat. Sangatlah jelas bahwa [tugas kami] adalah tentang suara untuk parlemen."
Dengan laporan yang telah diselesaikan, kini rencana pemerintah federal adalah agar laporan tersebut dipertimbangkan oleh Kabinet, diajukan untuk dikonsultasikan dan kemudian disahkan – semuanya ini sebelum pemilu berikutnya.
Bagi kelompok-kelompok yang tidak mau berkompromi dengan model yang mereka dukung, Profesor Calma mengatakan masyarakat Aborigin perlu memanfaatkan kesempatan yang ada di hadapan mereka.
"Saya pikir apa yang harus kita lakukan adalah melihat di sini dan sekarang. Apa yang bisa kita capai? Apa yang bisa dicapai tanpa mengompromikan integritas kita sebagai orang Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres?
“Kita memiliki seorang perdana menteri yang mendukung menteri untuk urusan Pribumi, ingin mendukung hak bersuara ke pemerintah dan suara ke parlemen. Sehingga, kita perlu menangkap kesempatan ini, dan kita perlu memanfaatkannya selagi bisa."
Kemajuan bagi masyarakat Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres telah diperjuangkan sejak bangsa Eropa mendarat di pantai-pantai kaum Aborigin.
Ketika memutuskan diantara model-model yang berbeda untuk 'pengakuan', komunitas-komunitas Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres sepakat untuk mencapai pengakuan yang berarti pada suatu waktu dalam sejarah Australia, ketika pemerintah telah menempatkan pengakuan dan suara dalam agenda nasional.