Pakar Menjelaskan Mengapa Pertemuan Online Zoom Melelahkan

Bagi sebagian dari kita, bekerja dari rumah selama COVID-19 berarti menghabiskan banyak waktu untuk aplikasi pertemuan video seperti Zoom. Dampaknya ternyata mengejutkan.

Zoom Meeting

Video meetings take up a lot of cognitive resources, often leaving us feeling frustrated and drained. Source: Shutterstock

Dengan kepala-kepala berukuran besar menatap kita dari dekat untuk waktu yang lama bisa jadi suatu hal yang tidak menyenangkan bagi banyak dari kita. Sudahlah kita merasa bahwa kita harus memperbaiki "rambut isolasi" kita, memakai makeup, atau mengganti piyama kita.

Jadi mengapa pertemuan online lebih melelahkan daripada tatap muka?

Orang merasa mereka harus melakukan upaya emosional yang lebih untuk terlihat tertarik, dan tanpa adanya banyak isyarat non-verbal, fokus yang intens pada kata-kata dan kontak mata yang berkelanjutan dirasa melelahkan.

Pertemuan tatap muka

Bertemu secara langsung tidak hanya berkaitan dengan pertukaran pengetahuan, tetapi juga merupakan ritual penting di kantor. Ritual memberikan kenyamanan, membuat lebih tenang, dan sangat penting dalam membangun dan mempertahankan hubungan.

Pertemuan tatap muka juga merupakan mekanisme penting untuk mengkomunikasikan sikap dan perasaan diantara mitra bisnis dan kolega.

Emosi mendahului dan mengikuti semua perilaku kita, dan memengaruhi pengambilan keputusan manajemen. Topik-topik sensitif seringkali dilihat lebih dekat, mengharuskan kita untuk memperhatikan kepelikan suatu hal dan menunjukkan empati.

Apa bedanya dengan pertemuan lewat Zoom?

Otak kita hanya dapat melakukan begitu banyak hal secara sadar sekaligus, karena kita memiliki memori kerja yang terbatas. Sebaliknya, kita dapat memproses lebih banyak informasi secara tidak sadar, seperti yang kita lakukan dengan bahasa tubuh.

Pertemuan secara online meningkatkan beban kognitif kita karena beberapa fiturnya mengambil banyak kapasitas alam sadar.

1. Kita melewatkan banyak komunikasi non-verbal

Perasaan dan sikap kita sebagian besar tersampaikan oleh sinyal non-verbal seperti ekspresi wajah, nada suara, gerakan, postur dan jarak antara para komunikator.

Dalam pertemuan tatap muka kita memproses isyarat-isyarat ini sebagian besar secara otomatis, dan masih dapat mendengarkan pembicara pada saat yang sama.

Tetapi pada obrolan video, kita perlu bekerja lebih keras untuk memproses isyarat non-verbal. Memberikan lebih banyak perhatian untuk hal ini mengkonsumsi banyak energi. Pikiran kita berada bersama ketika tubuh kita merasa tidak demikian. Disonansi ini, yang menyebabkan orang memiliki perasaan yang bertentangan, melelahkan.

Juga, dalam pertemuan tatap muka kita sangat bergantung pada isyarat non-verbal untuk membuat penilaian emosional, seperti menilai apakah suatu pernyataan dapat dipercaya. Kita secara otomatis menerima informasi seperti, apakah orang itu gelisah? Lebih mengandalkan informasi verbal untuk menyimpulkan emosi itu merupakan hal yang melelahkan.

2. Bagaimana jika ada gangguan di tampilan video?

Kita merasa cemas dengan ruang kerja kita dan berusaha mengendalikan situasi yang mungkin membuat kita terlihat buruk di mata rekan kerja. Apakah latar belakang Zoom saya tiba-tiba akan hilang dan membuat kecenderungan menimbun saya terlihat?

Dan tidak ada dari kita yang ingin menjadi seperti Trinny Woodall, guru mode dan presenter televisi, yang melakukan siaran langsung ketika pasangannya berjalan telanjang di seberang ruangan.

3. Tidak ada "pemanasan"

Secara langsung, kita sering bertemu orang dalam perjalanan ke sebuah pertemuan untuk membahas masalah atau mendiskusikan pandangan kita sebelum pertemuan dimulai. Kita minum kopi, dan tindakan sederhana seperti berjalan pindah ke ruangan lain memberikan energi.

Namun di rumah, kita mungkin hanya mengerjakan tugas dan kemudian melanjutkan dengan Zoom, seringkali tanpa rihat.

Selain itu, berjalan diketahui dapat meningkatkan kreativitas, menyoroti pentingnya diskusi sambil berjalan ke pertemuan, bergerak saat pertemuan, dan mengadakan pertemuan yang sekarang sedang populer: pertemuan dengan berdiri. Tapi kita tidak dapat berjalan saat mengikuti pertemuan dengan Zoom.

Dan, tempat dimana kita bertemu itu penting. Lingkungan fisik bertindak sebagai perancah kognitif - kita mengaitkan makna tertentu dengan ruang rapat dan hal ini secara halus mengubah perilaku kita. Faktor Ini dapat mencakup jangkar ke topik yang penting, seperti kreativitas dan pemecahan masalah.

4. Memandang wajah sendiri dapat membuat seseorang tertekan

Penekanan yang meningkat pada isyarat wajah dan kemampuan untuk melihat diri sendiri, juga dapat bertindak sebagai pemicu stres. Melihat ekspresi negatif dari wajah kita sendiri (seperti marah dan jijik) dapat menyebabkan emosi yang lebih intens daripada ketika melihat ekspresi wajah yang sama pada orang lain.

5. Anda sedang mendengarkan atau "membeku"?

Keheningan dalam percakapan nyata merupakan hal yang penting dan menciptakan ritme alami. Namun dalam panggilan video, keheningan membuat Anda cemas tentang teknologi yang digunakan. Bahkan keterlambatan 1,2 detik dalam merespon online membuat orang menganggap bahwa orang yang sedang berbicara kurang ramah atau fokus.

Selain itu, frustrasi dengan orang-orang yang menghidupkan dan mematikan mikrofon mereka, keterlambatan koneksi dan kebisingan latar belakang berarti bahwa pertemuan online jarang mengalir dengan lancar.

Tidak semuanya malapetaka

Sisi baiknya, kecemasan sosial berkorelasi positif dengan perasaan nyaman di dunia online. Jadi bagi mereka yang takut dengan pertemuan fisik, rapat online mungkin menjadi waktu jeda yang menyenangkan.

Dan meskipun peningkatan fokus pada informasi verbal dalam pertemuan video dapat lebih menguras secara mental, pertemuan online mungkin juga memiliki beberapa potensi efek samping positif dengan mengurangi bias yang disebabkan sinyal sosial dan emosional.

Misalnya, faktor-faktor fisik tertentu terkait dengan dominasi sosial, seperti tinggi badan. Tetapi faktor-faktor ini kurang terlihat jelas dalam pertemuan video, yang dapat mengarah pada peningkatan penekanan pada argumen yang disampaikan.

Dapatkah kita mengurangi kelelahan yang ditimbulkan?

Dengan prediksi bahwa tempat kerja baru "normal" akan sangat berbeda dari yang lama, tampaknya Zoom akan tetap ada. Ada sejumlah langkah yang dapat kita ambil untuk mengurangi efek negatif dari pertemuan video online.

Pertama, pertimbangkan apakah pertemuan itu perlu dilakukan. Dalam beberapa kasus, platform dokumen bersama dengan komentar terperinci dapat mengurangi kebutuhan untuk bertemu online.

Membatasi jumlah pertemuan Zoom dalam sehari dapat membantu, bersama dengan penggunaan pesan dan email.

Terkadang, komunikasi lewat telepon lebih baik. Di telepon kita hanya perlu berkonsentrasi pada satu suara dan bisa sambil berjalan yangmana dapat membantu proses berpikir.

 

This article is supported by the .
count.gif?distributor=feed-factiva
The authors do not work for, consult, own shares in or receive funding from any company or organisation that would benefit from this article, and have disclosed no relevant affiliations beyond their academic appointment.

 


Share
Published 7 May 2020 5:14pm
Updated 12 August 2022 3:20pm
By Libby Sander, Oliver Bauman
Presented by SBS Indonesian
Source: The Conversation, SBS


Share this with family and friends