Indonesia menjadi bangsa paling dermawan di dunia menurut CAF (Charities Aid Foundation) tahun 2018.
CAF, yang merupakan yayasan amal internasional dengan basis di Inggris, memperoleh angka ini dari perhitungan tiga indikator yaitu perilaku membantu orang yang asing atau tidak dikenal, memberi sumbangan uang, dan juga jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan kerja sukarela.
Data dari laporan yang diterbitkan pada Oktober 2018 ini diperoleh dari 146 negara di sepanjang tahun 2017, yangmana jumlah totalnya mewakili sekitar 95% dari populasi dunia.
Indonesia berada di tingkat pertama untuk pertama kalinya sejak indeks ini dibuat sembilan tahun yang lalu, disusul oleh Australia dan Selandia Baru.
Jika dibandingkan dengan posisi Indonesia saat berada di peringkat kedua pada tahun sebelumnya, sebagian besar skor kategori yang dinilai tidaklah berubah. Indonesia "diuntungkan" dengan merosotnya pemegang juara empat tahun berturut-turut, Myanmar, ke posisi sembilan.

Top 20 countries in the CAF World Giving Index 2018 (cafonline.org) Source: cafonline.org
Setelah krisis Rohingya mencapai puncaknya selama 2017, laporan CAF menyebut bahwa sulit untuk tidak menyimpulkan masalah tersebut telah ikut berkontribusi pada kurang bersedia atau kurang mampunya masyarakat Myanmar berdonasi dengan cara-cara ini.
Meski Indonesia merupakan negara dengan , dalam laporan CAF disebutkan bahwa PBB menggolongkan negara tropis tetangga Australia ini sebagai negara bertingkat penghasilan menengah ke bawah.

Rohingya displaced Muslims. Source: Wikimedia Commons/Tasnim News Agency/CC BY 4.0
Menurut data badan statistik nasional negeri itu, pada tahun 2016 ada sebanyak 6,8 persen warganya yang dengan pendapatan 1,90 USD per hari.
Lalu mengapa memberi jika masih kekurangan?
Negara yang diproyeksikan berpenduduk pada tahun 2020 ini memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu". Moto ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Indonesia yang memiliki beraneka budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Una Osili dan Çağla Ökten menuliskan dalam bukunya *Giving in Indonesia: A Culture of Philanthropy Rooted in Islamic Tradition bahwa semboyan negara ditambah dengan prinsip "gotong royong" atau partisipasi masyarakat, yang semakin ditekankan saat pemerintahan presiden Suharto, mengakar pada perilaku masyarakatnya.
Bahkan di jaman Orde Baru masyarakat diharapkan menyediakan tenaga sukarela, bahan bangunan dan juga uang untuk mencapai tujuan pembangunan. Masyarakat Indonesia tumbuh dengan memiliki tradisi kedermawanan dan swadaya.
Beberapa orang Indonesiasaat mengetahui bahwa bangsanya menjadi yang terdepan di dunia dari sisi kedermawanan mengatakan bahwa hal itu memang yang dilakukan oleh masyarakat. “Bukan tentang agama.”
CAF World Giving Index tidak menyebutkan tentang faktor-faktor apa yang mendorong pertumbuhan sikap dermawan, juga tidak menyoroti hambatan yang perlu dihilangkan untuk memunculkan sikap ini.

Gotong royong, a tradition of community participation in Indonesia. Source: Wikimedia Commons/Apryaje/CC BY-SA 4.0
*Osili U., Ökten Ç. (2015) Giving in Indonesia: A Culture of Philanthropy Rooted in Islamic Tradition. In: Wiepking P., Handy F. (eds) The Palgrave Handbook of Global Philanthropy. Palgrave Macmillan, London.